
Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, tidak hanya memiliki dimensi spiritual tetapi juga dimensi sosial dan ekonomi. Di Indonesia, pemerintah memberikan insentif bagi wajib pajak yang menunaikan zakat dengan memperbolehkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi yang beragama Islam dan/atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Manfaat Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto
- Mengurangi Beban Pajak
Dengan menjadikan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto, penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil, sehingga jumlah pajak yang harus dibayar pun berkurang.
- Mendorong Kepatuhan Pembayaran Zakat
Insentif pajak ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menunaikan zakat melalui lembaga resmi.
- Optimalisasi Fungsi Zakat
Pengakuan zakat juga mendukung optimalisasi fungsi zakat sebagai instrumen redistribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan.
Tata Cara Pelaporan Zakat dalam SPT Tahunan
- Pembayaran Melalui Lembaga Resmi
Zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah zakat yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang disahkan oleh pemerintah.
- Bukti Pembayaran
Wajib pajak harus memiliki bukti pembayaran zakat yang sah, seperti kuitansi atau bukti transfer dari lembaga amil zakat resmi.
- Pelaporan dalam SPT
Dalam SPT Tahunan, zakat yang dibayarkan dicantumkan sebagai pengurang penghasilan bruto pada formulir yang sesuai. Syarat zakat bisa dijadikan pengurang penghasilan bruto adalah zakat dibayar oleh wajib pajak orang pribadi atau badan yang berhak melalui lembaga resmi keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah (seperti BAZNAS atau LAZ).
- Dokumentasi
Simpan bukti pembayaran zakat dengan baik sebagai dokumen pendukung jika sewaktu-waktu diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh Kasus Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan
Seorang karyawan tetap berstatus lajang (TK/0), memperoleh penghasilan selama tahun 2024 sebesar Rp250.000.000. Karyawan tersebut menghitung dan membayar zakat penghasilan (profesi) sebesar 2,5% per tahun sesuai dengan ketentuan dalam agama Islam. Karyawan tersebut membayarkan zakatnya ke lembaga pengelola zakat resmi.
Penghitungan PPh 21
Penghasilan Bruto = Rp250.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) = Rp54.000.000
Zakat per tahun= 2,5% x Rp250.000.000 = Rp 6.250.000
Zakat dibayarkan ke lembaga pengelola zakat resmi sehingga zakat dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setelah zakat:
= Penghasilan Bruto – Zakat – PTKP
= Rp250.000.000−Rp6.250.000−Rp54.000.000 = Rp189.750.000
Berdasarkan aturan terbaru dalam HPP yang diperinci dalam PP 58/2023, karyawan tersebut termasuk dalam wajib pajak yang dikenai tarif kategori TER A sebesar 9% sehingga penghitungan PPh 21 menjadi sebagai berikut:
PPh 21 yang terutang dengan zakat = Rp189.750.000 x 9% = Rp17.077.500
Bila karyawan tersebut tidak memasukkan zakat sebagai pengurang maka PPh 21 yang terutang menjadi:
= Rp250.00.000 x 9% = Rp22.500.000
Terdapat selisih sebesar Rp5.422.500 lebih rendah bila memanfaatkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto.
Kesimpulan
Kebijakan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto merupakan langkah positif pemerintah dalam memberikan insentif bagi wajib pajak yang taat berzakat. Dengan memanfaatkan fasilitas ini, wajib pajak tidak hanya menjalankan kewajiban agamanya tetapi juga berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi melalui zakat. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak untuk memahami tata cara pelaporan zakat dalam SPT Tahunan agar dapat memanfaatkan insentif ini secara optimal.