Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan ikut mengatur pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas pegawai. Berdasarkan PMK 168/2023, pengenaan PPh bergantung pada jenis pegawai, apakah tetap atau tidak tetap. Namun, ternyata ada perbedaan makna ‘pegawai tetap’ jika dilihat dari aspek ketenagakerjaan dan perpajakan. Mengacu pada UU PPh dan PMK 168/2023, pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, pegawai atau karyawan terbagi menjadi dua status, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWTT merupakan perjanjian kerja yang mengikat karyawan tetap. Pada PKWTT, perjanjian dibuat antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 bulan. Pada masa ini, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku Pegawai Tetap.
Pertama, apakah pegawai tersebut memperoleh penghasilan secara tetap, tidak dipengaruhi oleh jumlah hari bekerja atau penyelesaian pekerjaan? Kedua, apakah yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut? Ketiga, apakah yang bersangkutan bekerja berdasarkan kontrak/kesepekatan/perjanjiantertulis/perjanjian tidak tertulis/mendudukijabatan tertentu? “Pegawai outsourcing bisa dikategorikan sebagai pegawai tetap secara perpajakan jika memenuhi 3 kriteria di atas,” tulis DJP. Bagi pegawai tetap, PPh Pasal 21dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
Pertama, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Kedua, bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilanlain yang sifatnya tidak teratur. Ketiga, imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja. Keempat, pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Kelima, pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial Kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Keenam, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
Penulis : Siti Alfatya Rizqi