Pengusaha Kena Pajak (PKP) tentu sudah tidak asing dengan komponen penghitungan PPN terutang, yaitu pajak masukan dan pajak keluaran. Pajak masukan merupakan pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP atas pembelian atau pemanfaatan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. sementara, pajak keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang wajib dipungut oleh PKP atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak.
Pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama dapat dilakukan oleh PKP. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kewajiban pajak keluaran dengan jumlah PPN yang telah dibayarkan atas pembelian BKP dan/atau JKP. Akan tetapi, perlu diingat bahwa tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan sekalipun dalam masa pajak yang sama. Adapun beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk dapat melakukan pengkreditan pajak masukan, antara lain:
- Perolehan BKP dan/atau JKP berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang terutang PPN. Pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dimaksud ialah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Selain itu, rekan perlu memperhatikan bahwa pengeluaran tersebut juga harus berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN. Jadi, meskipun suatu pengeluaran sudah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pajak masukannya tidak dapat dikreditkan karena tidak berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN.
- Pajak masukan yang dikreditkan tercantum dalam faktur pajak yang memenuhi ketentuan pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dipergunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Agar bisa digunakan sebagai sarana pengkreditan pajak masukan, Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material berdasarkan UU PPN.
- Persyaratan Formal, yaitu Faktur Pajak harus diisi secara benar, lengkap, dan jelas, dan/atau paling sedikit memuat:
- Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
- Identitas pembeli
- jenis barang atau jasa
- PPN yang dipungut
- PPnBM yang dipungut
- Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
atau untuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak diatur dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN.   Â
- Persyaratan Material, yaitu Faktur Pajak berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan, impor, ekspor, atau pemanfataan BKP dan/atau JKP.
   Â
- Persyaratan Formal, yaitu Faktur Pajak harus diisi secara benar, lengkap, dan jelas, dan/atau paling sedikit memuat:
- Pajak masukan yang belum sempat dikreditkan, dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama paling lama 3 (tiga) masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat FP dibuat, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau ditambahkan dalam harga perolehan BKP atau JKP.
- PKP yang belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
- Perolehan BKP dan/atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN dan menjadi temuan saat pemeriksaan. Sesuai dengan pasal 9 ayat (9) huruf (b), Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN dan/atau menjadi temuan saat dilakukan pemeriksaan tetap dapat dikreditkan oleh PKP sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan berdasarkan UU PPN.
- Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang ditagih dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP ditagih dengan penerbitan SKP, maka pajak masukan tersebut tetap bisa dikreditkan. hanya saja, besaran pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok PPN yang tercantum dalam ketetapan pajak, dengan syarat ketetapan pajak sudah dilakukan pelunasan dan tidak ada upaya hukum.
Akan tetapi, jika Faktur Pajak Masukan atas pengeluaran berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan memenuhi persyaratan formal dan material sebagaimana diatur dalam UU PPN Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9), Pajak masukan tidak serta merta dapat dikreditkan. Hal ini dapat terjadi apabila PKP melakukan penyerahan barang dan/atau jasa yang terutang PPN sekaligus yang tidak terutang PPN/Dibebaskan (non-BKP dan/atau non-JKP) dan Pajak Masukan yang terutang tidak dapat diketahui dengan pasti, maka Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan sesuai PMK No.186/2022. Penghitungan kembali pajak masukan dapat rekan ketahui informasinya melalui artikel (penghitungan kembali pajak masukan, kasih link ya mas)
Setelah mengetahui apa saja syarat pajak masukan dapat dikreditkan melalui penjelasan di atas, rekan-rekan bisa lebih optimal dalam memanfaatkan pengkreditan pajak masukan untuk mengurangi beban pajak keluaran.
-o-o-