Syarat Memasukkan Piutang Tak Tertagih Sebagai Beban

Piutang tak tertagih adalah salah satu risiko yang sering dihadapi oleh para pengusaha, terutama yang memberikan fasilitas kredit kepada pelanggan. Ketika piutang ini dianggap sudah tidak dapat ditagih lagi, maka perusahaan dapat memasukkannya sebagai beban. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pengakuan piutang tak tertagih sebagai beban diakui secara akuntansi dan perpajakan.

piutang

Apa Itu Piutang Tak Tertagih?

Piutang tak tertagih adalah jumlah uang yang seharusnya diterima oleh perusahaan dari pelanggan atas penjualan barang atau jasa yang telah dilakukan, namun tidak dapat ditagih kembali. Piutang ini dianggap sebagai kerugian bagi perusahaan karena mengurangi laba yang seharusnya diperoleh.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207 Tahun 2015 (PMK 207/2015) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ialah: piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak, dan tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak. Pada Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, dijelaskan bahwa piutang tak tertagih dapati dibebankan secara fiskal sepanjang memenuhi syarat.

Mengapa Piutang Tak Tertagih Harus Diakui Sebagai Beban?

Pengakuan piutang tak tertagih sebagai beban bertujuan untuk:

  1. Mencerminkan Kondisi Keuangan yang Realistis
    Dengan mengakui piutang tak tertagih sebagai beban, laporan keuangan perusahaan akan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya.
  2. Menghindari Penggelembungan Laba
    Pengakuan piutang tak tertagih mencegah perusahaan dari praktik penggelembungan laba.
  3. Mempermudah Analisis Keuangan
    Pengakuan piutang tak tertagih memudahkan investor dan kreditur dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan.

Syarat Memasukkan Piutang Tak Tertagih Sebagai Beban

Merujuk Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, Wajib Pajak dapat membebankan biaya piutang tak tertagih dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan syarat:

  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, baik dalam bentuk hard copy (dilampirkan SPT Tahunan) dan soft copy
  3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut: (pilih salah satu)
    • Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
    • Terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
    • Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya);
    • Adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Penerbitan umum yang dimaksud adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:

  1. Penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS);
  2. Penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia;
  3. Penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.

Daftar Nominatif Biaya Piutang Tak Tertagih

Untuk membebankan biaya piutang tak tertagih, Wajib Pajak perlu menyiapkan daftar nominatif. Daftar nominatif piutang tak tertagih harus yang harus mencantumkan identitas debitur berupa:

  • nama;
  • NPWP;
  • alamat;
  • jumlah plafon utang yang diberikan;
  • jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

NPWP tidak perlu dicantumkan apabila piutang tak tertagih berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50 juta, baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur. Selain itu, daftar nominatif juga harus dilampiri dengan (pilih salah satu):

  • Fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke  pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara
  • Fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisasi oleh notaris
  • Fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus
  • Surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen sebagaimana tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan.

Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, antara lain:

  1. Metode Langsung
    Piutang tak tertagih langsung dihapus dari akun piutang usaha dan diakui sebagai beban pada saat dinyatakan tidak dapat ditagih.
  2. Metode Cadangan
    Perusahaan membuat cadangan piutang tak tertagih secara berkala berdasarkan estimasi piutang yang tidak dapat ditagih.

Dampak Piutang Tak Tertagih terhadap Laporan Keuangan

Pengakuan piutang tak tertagih akan berdampak pada laporan laba rugi dan neraca perusahaan, yaitu:

  • Laporan Laba Rugi
    Piutang tak tertagih akan mengurangi laba bersih perusahaan.
  • Neraca
    Piutang tak tertagih akan mengurangi nilai piutang usaha pada neraca.

Tips Mencegah Piutang Tak Tertagih

Untuk meminimalisir terjadinya piutang tak tertagih, perusahaan dapat melakukan beberapa hal berikut:

  1. Lakukan analisis kredit yang cermat sebelum memberikan kredit kepada pelanggan.
  2. Buat perjanjian kredit yang jelas dan rinci, termasuk mengenai jangka waktu pembayaran, denda keterlambatan, dan sanksi lainnya.
  3. Terapkan sistem penagihan yang efektif untuk mengingatkan pelanggan agar segera melunasi utangnya.
  4. Pertimbangkan untuk mengambil asuransi kredit sebagai perlindungan terhadap risiko piutang tak tertagih.

Piutang tak tertagih merupakan salah satu risiko yang harus dihadapi oleh setiap pengusaha. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya piutang yang tidak dapat ditagih dapat dibebankan sepanjang telah memenuhi syarat pada Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh dan membuat daftar nominatif. Jika syarat tidak terpenuhi, biaya tersebut harus dilakukan koreksi fiskal positif. Dengan memahami syarat dan ketentuan pengakuan piutang tak tertagih sebagai beban, perusahaan dapat menyusun laporan keuangan yang akurat dan meminimalisir dampak negatif dari piutang tak tertagih terhadap kinerja keuangan perusahaan.

-o-o-

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top