Surat Tagihan Pajak, Kapan Diterbitkannya?

Dalam sistem perpajakan di Indonesia, kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya merupakan pilar utama penerimaan negara. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dinamika pemenuhan kewajiban tersebut, terkadang terjadi keterlambatan atau kekurangan pembayaran pajak. Dalam situasi inilah, Surat Tagihan Pajak (STP) hadir sebagai instrumen penting yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

Memahami kapan STP diterbitkan menjadi krusial bagi wajib pajak. Pengetahuan ini membantu wajib pajak untuk mengantisipasi potensi tagihan, memahami dasar penerbitannya, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban pajaknya.

Dasar Hukum Penerbitan Surat Tagihan Pajak

Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) memiliki landasan hukum yang kuat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia. Peraturan terbaru terkait tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.80 Tahun 2023. Dalam PMK ini pemerintah mengatur kembali tata cara penerbitan atas SKP dan STP. Pengaturan ini di antaranya berupa simplifikasi pengaturan SKP dan STP yang disatukan dalam satu PMK, termasuk SKP dan STP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ketentuan Penting SKP dan STP di PMK 80/2023

  • Jangka waktu penerbitan SKP dan STP adalah 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak
  • SKP diterbitkan untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak pada SPT Tahunan PPh
  • Khusus SKP PBB diterbitkan untuk tahun pajak dengan jangka waktu 1 tahun takwim atas PBB
  • Setiap STP yang diterbitkan dilakukan penelitian, pemeriksaan, atau pemeriksaan ulang
  • Wajib Pajak yang menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat dalam pembukuannya, SKP dan STP juga diterbitkan dengan satuan mata uang dolar Amerika Serikat
  • SKP dan SKP PBB diterbitkan dengan dasar nota perhitungan yang dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian/pemeriksaan/pemeriksaan ulang. STP juga diterbitkan dengan dasar nota penghitungan
  • SKP dan STP yang diterbitkan akan disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung, elektronik, atau melalui pos/ekspedisi/kurir.
  • Penjelasan ketentuan terkait SKP dan STP untuk Bea Meterai dan pajak karbon yang belum dijelaskan pada aturan sebelumnya.

Kondisi-Kondisi Penerbitan Surat Tagihan Pajak

Pasal 14 ayat (1) UU KUP secara eksplisit menyebutkan beberapa kondisi yang menjadi dasar bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Kondisi-kondisi tersebut meliputi:

  • Kurang Bayar Pajak Akibat Koreksi: Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh DJP. Koreksi fiskal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan interpretasi peraturan perpajakan, kesalahan dalam perhitungan, atau adanya penghasilan yang tidak dilaporkan. Contohnya, setelah dilakukan pemeriksaan, DJP menemukan adanya biaya yang tidak dapat dikurangkan secara fiskal sehingga menyebabkan kurang bayar Pajak Penghasilan (PPh).
  • Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT): Wajib pajak yang terlambat menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. STP akan diterbitkan untuk menagih denda keterlambatan penyampaian SPT tersebut. Besaran denda keterlambatan penyampaian SPT berbeda-beda tergantung jenis pajaknya.
  • Keterlambatan Pembayaran Pajak: Apabila wajib pajak telah menyampaikan SPT dan mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, namun melakukan pembayaran setelah jatuh tempo, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga. STP akan diterbitkan untuk menagih pokok pajak yang belum dibayar beserta bunga keterlambatan pembayaran.
  • Kekurangan Pembayaran Pajak Akibat Pembetulan SPT: Wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT yang mengakibatkan adanya kekurangan pembayaran pajak juga akan diterbitkan STP untuk menagih kekurangan tersebut beserta sanksi administrasi berupa bunga (jika keterlambatan pembayaran terjadi setelah batas waktu pembayaran SPT awal).
  • Sanksi Administrasi Lainnya: Selain denda keterlambatan penyampaian SPT dan bunga keterlambatan pembayaran, STP juga dapat diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi lainnya yang dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Contohnya, sanksi karena tidak memenuhi kewajiban menyampaikan data atau keterangan.

Proses Penerbitan dan Penyampaian Surat Tagihan Pajak

Setelah terpenuhinya salah satu atau beberapa kondisi di atas, DJP akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Proses penerbitan STP melibatkan beberapa tahapan internal di lingkungan DJP. Setelah diterbitkan, STP akan disampaikan kepada wajib pajak yang bersangkutan.

Penyampaian STP dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:

  • Secara langsung: Petugas pajak dapat menyampaikan STP secara langsung kepada wajib pajak atau wakil/kuasanya dengan tanda terima.
  • Melalui pos: STP dapat dikirimkan melalui pos tercatat. Tanggal pengiriman melalui pos dianggap sebagai tanggal diterimanya STP.
  • Melalui media elektronik: Dengan semakin berkembangnya teknologi, STP juga dapat disampaikan melalui sistem elektronik yang disediakan oleh DJP, apabila wajib pajak telah menyetujui mekanisme penyampaian elektronik.

Implikasi Penerbitan Surat Tagihan Pajak bagi Wajib Pajak

Penerbitan STP memiliki implikasi yang signifikan bagi wajib pajak. Beberapa implikasi tersebut antara lain:

  • Adanya Kewajiban Pembayaran Tambahan: Wajib pajak diwajibkan untuk membayar kekurangan pajak dan/atau sanksi administrasi yang tercantum dalam STP.
  • Batas Waktu Pembayaran: STP mencantumkan batas waktu pembayaran yang harus dipenuhi oleh wajib pajak. Umumnya, batas waktu pembayaran STP adalah satu bulan sejak tanggal diterimanya STP.
  • Konsekuensi Jika Tidak Dibayar: Apabila wajib pajak tidak membayar STP dalam batas waktu yang ditentukan, DJP dapat melakukan tindakan penagihan aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mulai dari penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, hingga penyitaan dan pelelangan aset wajib pajak.
  • Hak Wajib Pajak untuk Mengajukan Keberatan: Wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas STP apabila tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya isi STP tersebut. Pengajuan keberatan harus dilakukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar, dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterimanya STP.

Kesimpulan

Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan instrumen penting dalam administrasi perpajakan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menagih kekurangan pembayaran pajak dan/atau sanksi administrasi. Penerbitan STP didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), seperti adanya kurang bayar akibat koreksi, keterlambatan penyampaian atau pembayaran SPT, serta kekurangan pembayaran akibat pembetulan SPT.  

Memahami kapan STP diterbitkan, proses penerbitannya, dan implikasinya sangat penting bagi wajib pajak. Dengan pemahaman yang baik, wajib pajak dapat lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, mengantisipasi potensi terbitnya STP, dan mengambil langkah-langkah yang tepat jika STP diterbitkan. Apabila wajib pajak tidak setuju dengan isi STP, mereka memiliki hak untuk mengajukan keberatan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Kepatuhan dan pemahaman yang baik terhadap peraturan perpajakan akan menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif dan adil bagi semua pihak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top