Punia, Perpuluhan, dan Dana Paramita Bisa Jadi Pengurang Pajak

Tindakan beramal atau memberikan sumbangan merupakan bentuk kepedulian sosial yang mulia dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai agama. Pertanyaan menarik yang sering muncul adalah: apakah sumbangan-sumbangan ini dapat dijadikan sebagai pengurang pajak?

Sumbangan

Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak dan hubungannya dengan Sumbangan Wajib Keagamaan yang bisa menjadi pengurang, Ketentuan tentang Sumbangan Wajib Keagamaan tersebut diatur dalam beberapa peraturan, yaitu:

  1. Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh s.t.d.t.d UU HPP
  2. Peraturan Pemerintah (PP) 60/2010
  3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 254/2010
  4. PER-6/PJ/2011
  5. PER-4/PJ/2022 s.t.d.t.d PER-3/PJ/2023

Dalam pasal 9 ayat (1) huruf g, disebutkan bahwa:

“Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”

Dalam pasal tersebut dapat dipahami bahwa sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Sumbangan keagamaan tersebut dapat dikurangkan selama sumbangan tersebut dibayarkan melalui badan atau lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.

Memahami Punia, Perpuluhan, dan Dana Paramita

  • Punia
    Dalam agama Buddha, punia merujuk pada tindakan memberi atau berbagi harta benda untuk tujuan keagamaan atau sosial. Punia dianggap sebagai perbuatan baik yang akan membawa karma positif bagi si pemberi.
  • Perpuluhan
    Perpuluhan adalah praktik memberikan sepersepuluh dari penghasilan atau harta kepada lembaga keagamaan. Praktik ini banyak dijumpai dalam agama Kristen dan merupakan bentuk persembahan syukur kepada Tuhan.
  • Dana Paramita
    Dalam agama Buddha Mahayana, dana paramita merujuk pada tindakan memberi atau berbagi tanpa mengharapkan imbalan. Dana paramita dianggap sebagai salah satu dari enam paramita (kesempurnaan) yang harus dicapai oleh seorang bodhisattva.

Syarat Sumbangan Keagamaan dapat Dijadikan Pengurang

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, sumbangan keagamaan dapat dijadikan pengurang pajak jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    1. Merupakan sumbangan wajib keagamaan bagi pemeluk agama yang disahkan dan diakui oleh Pemerintah Indonesia. Dalam hal ini contohnya adalah Zakat, Punia, Perpuluhan, dan Dana Paramita.
    2. Dibayarkan melalui badan atau lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah. 
    3. Sumbangan wajib tersebut harus dicantumkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi atau SPT Tahunan Badan yang bersangkutan
    4. Melampirkan fotokopi bukti pembayaran sumbangan tersebut didalam SPT Tahunan. Bukti pembayaran tersebut setidaknya harus memuat informasi sebagai berikut:
      • Nama Lengkap Wajib Pajak
      • NPWP 
      • Jumlah Pembayaran
      • Tanggal Pembayaran
      • Nama lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah Indonesia

Manfaat Potensial Pengurangan Pajak untuk Sumbangan Keagamaan

Aturan mengenai pengurangan pajak untuk sumbangan keagamaan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain:

    • Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Sosial
      Dengan adanya insentif pajak, diharapkan masyarakat lebih terdorong untuk memberikan sumbangan kepada lembaga keagamaan atau sosial.
    • Mendukung Lembaga Keagamaan
      Lembaga keagamaan dapat memperoleh dana tambahan yang dapat digunakan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan, seperti pembangunan rumah ibadah, penyediaan bantuan sosial, dan pendidikan keagamaan.
    • Meningkatkan Citra Positif Pemerintah
      Kebijakan yang mendukung kegiatan sosial dan keagamaan dapat meningkatkan citra positif pemerintah di mata masyarakat.
    • Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
      Sumbangan kepada lembaga keagamaan seringkali dialokasikan untuk kegiatan produktif, seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, atau usaha sosial. Hal ini dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Peraturan mengenai pengurangan pajak untuk sumbangan keagamaan merupakan isu kompleks yang memerlukan kajian yang mendalam. Di satu sisi, kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat dan lembaga keagamaan. Namun, di sisi lain, perlu dipertimbangkan pula potensi risiko dan tantangan yang mungkin timbul. Wajib Pajak dituntut untuk memenuhi syarat-syarat agar sumbangan keagamaan dapat dijadikan pengurang pajak.

Penting untuk diingat: Setiap wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan seluruh penghasilan dan pengeluarannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Jika Rekan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan pajak atau petugas pajak.

-o-o-

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top