Rokok elektronik, atau yang sering disebut vape, telah menjadi fenomena global. Popularitasnya yang semakin meningkat tak lepas dari berbagai klaim manfaat, seperti rasa yang lebih beragam dan dianggap lebih aman dibandingkan rokok konvensional. Namun, di balik popularitasnya, terdapat sejumlah perdebatan mengenai dampak kesehatan, regulasi, dan tentu saja, perpajakan.
Dasar Hukum Pengenaan Pajak Rokok Elektronik
Pengenaan pajak terhadap rokok elektronik di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan antara lain:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-undang ini secara umum mengatur tentang pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. Dalam undang-undang ini, rokok elektronik dikategorikan sebagai produk tembakau yang berpotensi membahayakan kesehatan. - Peraturan Menteri Keuangan
Peraturan ini lebih spesifik mengatur mengenai tarif cukai dan tata cara pemungutan pajak terhadap hasil tembakau, termasuk rokok elektronik. Beberapa contoh peraturan yang relevan adalah:- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017. Peraturan ini pertama kali mengatur tarif cukai terhadap cairan vape (rokok elektrik).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021. Peraturan ini merupakan pembaruan dari PMK 146/2017 dan mengatur lebih rinci mengenai tarif cukai hasil tembakau, termasuk rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2022 yang merupakan perubahan atas PMK 193/PMK.010/2021.
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Mengapa Rokok Elektronik Dikenakan Pajak?
Pengenaan pajak terhadap rokok elektronik memiliki beberapa tujuan utama:
- Dengan meningkatkan harga jual, diharapkan konsumsi rokok elektronik dapat ditekan, terutama di kalangan remaja.
- Pajak rokok elektronik dapat menjadi sumber pendapatan negara yang baru, yang dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk program kesehatan.
- Pajak yang tinggi diharapkan dapat mendorong perokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih aman dan telah teruji secara ilmiah, seperti produk nikotin tanpa asap (NRTs) yang telah mendapatkan izin edar dari BPOM.
- Rokok elektronik, meskipun dianggap lebih aman daripada rokok konvensional, tetap mengandung zat adiktif dan berbahaya bagi kesehatan. Dengan meningkatkan harga, pemerintah berharap dapat mengurangi jumlah pengguna rokok elektronik dan melindungi kesehatan masyarakat.
Dampak Pengenaan Pajak Rokok Elektronik
Pengenaan pajak terhadap rokok elektronik memiliki dampak yang kompleks dan multidimensi, baik positif maupun negatif.
Dampak Positif
- Pajak rokok elektronik dapat menjadi sumber pendapatan negara yang signifikan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
- Dengan harga yang lebih tinggi, diharapkan konsumsi rokok elektronik dapat menurun, terutama di kalangan remaja.
- Pendapatan dari pajak rokok elektronik dapat digunakan untuk membiayai program-program kesehatan, seperti pencegahan penyakit akibat rokok dan sosialisasi bahaya merokok.
- Pengenaan pajak dapat mendorong pertumbuhan industri dalam negeri yang memproduksi produk tembakau alternatif yang lebih aman.
Dampak Negatif
- Kenaikan harga rokok elektronik dapat memberatkan beban pengeluaran bagi konsumen, terutama bagi mereka yang memiliki ketergantungan.
- Kenaikan harga yang signifikan dapat mendorong munculnya pasar gelap untuk produk rokok elektronik ilegal.
- Produsen cairan rokok elektronik skala kecil dapat mengalami kesulitan akibat kenaikan biaya produksi.
- Beberapa konsumen mungkin beralih ke produk tembakau lainnya yang belum diatur secara ketat, seperti rokok konvensional atau produk tembakau ilegal.
Pengenaan pajak rokok elektronik merupakan kebijakan yang kompleks dengan berbagai implikasi. Pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan ini agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
-o-o-