Industri pelayaran, baik itu perusahaan pelayaran besar maupun nelayan tradisional, memiliki keterikatan erat dengan sektor perpajakan. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pelayaran, mulai dari pengangkutan barang hingga pariwisata bahari, dikenakan pajak. Setiap perusahaan pelayaran di Indonesia dikenakan Pajak Penghasilan atas semua pendapatan yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dikenakan kepada Wajib Pajak tertentu (withholding tax), Salah satunya adalah Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri. Pasal 15 UU PPh memberikan wewenang menteri keuangan untuk menentukan norma penghitungan khusus untuk menentukan pajak terutang. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesulitan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut. Norma disusun berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut.
Subjek Pajak, Objek Pajak, dan Tarif Pajaknya
PPh Pasal 15 untuk Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri menyebutkan bahwa subjek pajak adalah orang yang bertempat tinggal atau Badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia serta melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain. Sementara yang menjadi objek pajaknya adalah penghasilan yang diterima wajib pajak yang berasal dari pengangkutan orang maupun barang dan juga penyewaan kapal.
Merujuk Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416 Tahun 1996, perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari penghasilan bruto. PPh Pasal 15 atas jasa pelayaran dalam negeri dihitung menggunakan norma penghasilan neto. Penghasilan neto bagi perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4% dari peredaran bruto. Dengan tarif sebesar 30%, tarif efektif yang berlaku untuk PPh Pasal 15 jasa pelayaran adalah 1,2% dari peredaran bruto dan pajak bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan/nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima/diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.
PPh Pasal 15 Pelayaran Dalam Negeri = 1,2% x Peredaran Bruto |
Objek pajak yang dikenakan yaitu seluruh penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dengan ketentuan:
- Dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia
- Dari pelabuhan di Indonesia keluar pelabuhan Indonesia
- Dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
- Dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
Mekanisme pemotongan dan pelaporan
Berikut ini adalah dua mekanisme penyetoran PPh 15 untuk perusahaan pelayaran dalam negeri:
- Jika perusahaan bertransaksi dengan pemotong pajak, pihak yang membayar wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak yang dipotong. PPh 15 yang dipotong disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya.
- Dalam hal transaksi bukan dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.
Pelaporan PPh 15 melalui SPT Masa Unifikasi dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya, berlaku untuk mekanisme pemotongan oleh pihak lain maupun mekanisme setor sendiri. Jika Wajib Pajak menerima penghasilan dari luar negeri dan telah dipotong pajak, maka Wajib Pajak dapat menggunakannya sebagai kredit pajak karena kredit pajak luar negeri atau PPh Pasal 24 dapat diperhitungkan untuk mengurangi pajak yang terutang. Kredit pajak yang dapat diakui adalah paling tinggi 1,2% untuk masing-masing negara.
Industri pelayaran memiliki karakteristik yang unik, sehingga perpajakan yang diterapkan pun memiliki kekhasan tersendiri. Dengan memahami jenis-jenis pajak yang berlaku, dasar hukumnya, dan implikasinya, perusahaan pelayaran dapat mengoptimalkan pengelolaan keuangan dan mematuhi kewajiban perpajakan.
-o-o-