Pajak untuk Usaha Jastip dari Luar Negeri

Bisnis jasa titip (jastip) dari luar negeri semakin populer seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap produk-produk luar negeri. Namun, di balik keuntungan yang didapat, pelaku usaha jastip juga dihadapkan pada berbagai kewajiban perpajakan. Pemahaman yang baik mengenai aspek perpajakan ini sangat penting untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari.

jasa titip

Mengapa Usaha Jastip Wajib dikenai Pajak?

    • Kegiatan jastip menghasilkan pendapatan, baik dari biaya jasa maupun selisih harga jual.
    • Setiap wajib pajak, termasuk pelaku usaha jastip, memiliki kewajiban untuk membayar pajak sebagai kontribusi bagi negara.
    • Pembayaran pajak mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan usaha.

Jenis-jenis Pajak yang Dikenakan pada Usaha Jastip

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak utama yang harus dibayarkan oleh setiap pelaku usaha. Untuk bisnis jastip, biasanya Rekan akan dikenakan PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari omzet. Selain itu, jika barang yang Rekan bawa dari luar negeri melebihi batas bebas bea, Rekan juga harus membayar Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk barang impor lewat jastip harga di atas US$500 atau setara Rp 7,8 juta (kurs Rp15.629) akan dikenakan pajak bea masuk (BM). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Fasilitas bebas bea masuk tidak dapat digunakan untuk keperluan komersil.

Berdasarkan regulasi tersebut, pelaku usaha jasa titipan memiliki kewajiban:

    1. Membayar bea masuk barang di atas harga US$500 dan dikenakan tarif bea masuk sebesar 10% dari harga barang setelah dikurangi dengan US$500.
    2. Memerlukan dokumen kepabeanan dan dokumen pemberitahuan (Pemberitahuan Barang Impor Khusus) dengan aspek pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor Barang Kena Pajak sebesar 10%
    3. Pajak penghasilan (PPh 22) dengan berbagai variasi tarifnya. Misal terdapat tarif PPh Pasal 22 sebesar 7,5% untuk barang-barang tertentu seperti parfum, cairan, pewangi, peralatan rumah tangga, karpet, dan sebagainya sesuai yang tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013.
    4. Jika barang titipan tergolong barang mewah, dikenakan pajak penjualan barang mewah seperti tas branded dan perhiasan yang mengacu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM bahwa tarif pajak penjualan atas barang yang dikategorikan barang mewah sebesar 10% dan maksimal 200%.

Jika barang jastip ini dikirim langsung menggunakan kargo, maka mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.044/2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, batas tidak kena bea masuk tergantung pada FoB (Freight on Board) yang dikeluarkan. FoB meliputi biaya yang digunakan ketika barang dari luar negeri diangkut dengan sarana pengangkut ke Indonesia, biaya pemuatan ke sarana pengangkut, dan harga barang. Jika nilai FoB tidak melewati US$75 dan kurang dari US$1.500, maka tidak dikenakan bea masuk.

Usaha jastip dilakukan perorangan

Jika usaha jastip dilakukan oleh orang pribadi, maka kewajiban pajaknya sama seperti wajib pajak orang pribadi lainnya yaitu menyetor dan melaporkan pajak dengan tarif PPh Final 0,5% ataupun dengan tarif pajak umum pasal 17 UU PPh yang telah diperbarui dengan UU HPP Nomor 07/2021. Berikut adalah penjelasannya:

    1. Untuk Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto yang kurang dari Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak dapat menggunakan PPh Final PP 55/2022 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dengan tarif 0,5% dari omzet/peredaran bruto.
    2. Untuk Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak wajib untuk membuat pembukuan dan tarif pajak progresif hingga 35% mengacu pada UU HPP Nomor 7 Tahun 2021.

Memahami kewajiban perpajakan dalam menjalankan usaha jastip sangat penting untuk memastikan kelangsungan bisnis dan menghindari masalah hukum. Dengan perencanaan pajak yang baik, pelaku usaha jastip dapat meminimalkan beban pajak dan mengalokasikan dana yang lebih besar untuk pengembangan usaha.

-o-o-

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top