Pajak premi asuransi merupakan salah satu jenis pajak yang perlu diperhatikan oleh setiap individu maupun perusahaan. Ketentuan mengenai pajak premi asuransi ini terus mengalami pembaharuan seiring dengan perkembangan peraturan perpajakan. Pajak Premi Asuransi adalah pajak yang dikenakan pada premi atau pembayaran yang dilakukan untuk memperoleh perlindungan asuransi.
Ketentuan mengenai pajak premi asuransi diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam UU PPh, premi asuransi umumnya dianggap sebagai bagian dari penghasilan atau biaya, tergantung pada jenis asuransi dan status wajib pajak. Jenis asuransi menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbagi menjadi 3 kategori utama, yaitu:
Asuransi Kerugian: Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Properti, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Kredit, Asuransi Uang dan Harta Benda.
Asuransi Jiwa: Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life Insurance), Asuransi Jiwa Seumur Hidup, Asuransi Unit Link.
Asuransi Sosial: BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan
Pengenaan Pajak dan Contohnya
Pengenaan pajak terkait premi asuransi juga terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
1. Pengenaan pajak terkait pembayar premi
Pengenaan pajak penghasilan atas premi asuransi ditentukan dari jenis pembayaran premi yang terbagi menjadi 2, yakni:
- Premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan
- Premi asuransi yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak
Manfaat asuransi yang diperoleh pegawai akan dipotong PPh 21 bagi orang pribadi dalam negeri oleh perusahaan tempat bekerja karena iuran/premi asuransinya dibayarkan oleh pemberi kerja, sehingga dianggap sebagai penghasilan tambahan bagi karyawan. Premi ini akan menambah total penghasilan bruto karyawan yang digunakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak karyawan yang dikenakan PPh.
Sedangkan iuran/premi asuransi yang dibayar sendiri oleh orang pribadi tidak akan dipotong PPh 21/26 oleh pemberi kerja, karena premi asuransi yang dibayar sendiri oleh wajib pajak berfungsi sebagai pengurang penghasilan bruto. Kesimpulannya, yang dikenakan PPh premi asuransi adalah orang pribadi pekerja yang premi asuransinya dibayarkan oleh pemberi kerja.
Contoh kasus:
Budi bekerja di PT XYZ dengan premi asuransinya ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan senilai Rp12.000.000 per tahun. Maka premi asuransi yang telah dibayarkan perusahaan tersebut dianggap sebagai tunjangan yang diberikan kepada karyawan sehingga akan menjadi bagian dari penghasilan kena pajak Budi yang perhitungan pajak penghasilannya menggunakan tarif progresif PPh 21 TER.
2. Pengenaan pajak terkait klaim
Dalam perubahan UU PPh pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 4 ayat (3) huruf e, yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan yakni:
”Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa”
Maka, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh pembayaran atas klaim asuransi selain yang diatur dalam UU Cipta Kerja tersebutakan dipotong PPh oleh penyelenggara asuransi. Jenis asuransi ini biasanya memiliki manfaat yang mirip dengan deposito sehingga terdapat pajak asuransi jiwa dari premi yang diklaim.
Contoh kasus:
Agus menyetor premi asuransi jiwa selama 20 tahun senilai Rp1.000.000.000 ke Perusahaan Asuransi PT ADA. Kemudian pada tahun kedua puluh, Agus mengakhiri polis asuransinya dan menerima nilai tunai sebesar Rp1.800.000.000. Maka berdasarkan UU Cipta Kerja, PT ADA memotong PPh dari selisih nilai preminya, yaitu sebesar Rp800.000.000.
3. Pengenaan pajak terkait penyelenggaraan usaha perasuransian
Bagi perusahaan asuransi, premi yang dibayarkan pemegang polis atau pengguna manfaat perlindungan dianggap sebagai pendapatan.
Apabila perusahaan asuransi tersebut merupakan perusahaan luar negeri, maka atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan neto, kecuali perusahaan asuransi asing tersebut memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Contoh kasus:
PT AYAM mengasuransikan bangunan pabrik ke perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi selama 2024 sebesar Rp1.000.000.000. Kemudian perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung berdasarkan persentase sesuai KMK 624/KMK.04/1994 sebesar 50%:
= 50% x Rp1.000.000.000
= Rp500.000.000
Maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT AYAM selama 2024 atas pembayaran premi asuransi dari perusahaan asuransi luar negeri tersebut adalah:
= 20% x Rp500.000.000
= Rp100.000.000
4. Pengenaan pajak terkait transaksi dalam kegiatan usaha perasuransian
Pengenaan pajak pada asuransi ini berkaitan dengan pengenaan pajak atas penyelenggaraan usaha penyediaan jasa asuransi. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi. Pasal 2 ayat (1) PMK 67/2022 menyebutkan PPN terutang atas penyerahan:
- Jasa agen asuransi oleh agen asuransi kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah;
- Jasa pialang asuransi oleh perusahaan pialang asuransi kepada perusahaan asuransi dan/atau perusahaan asuransi syariah;
- Jasa pialang reasuransi oleh perusahaan pialang reasuransi dan/atau perusahaan reasuransi syariah.
PPN atas jasa asuransi ini dipungut oleh perusahaan asuransi dari pihak agen asuransi ataupun perusahaan pialang asuransi/reasuransi. Besar PPN terutang yang harus dipungut dan disetor sebesar:
- 10% dari tarif PPN (UU PPN) dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada agen asuransi.
- 20% dari tarif PPN (UU PPN) dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama adn dalam bentuk apapun yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.
Contoh kasus:
PT SAPI merupakan perusahaan asuransi umum yang bekerja sama dengan PT GOAT sebagai pialang. Pada Januari 2025, PT GOAT menerbitkan tagihan komisi atas penyerahan jasa pialang asuransi kepada PT SAPI sebesar Rp200.000.000. Kemudian PT GOAT meneruskan pembayaran premi dari pemegang polis ke PT SAPI yang disebut sebagai penyerahan jasa asuransi, dan penyerahan tersebut terutang PPN. Sehingga PT SAPI wajib memungut PPN atas penyerahan jasa pialang asuransi tersebut dengan perhitungan berikut:
= 20% x Tarif PPN x Komisi atau imbalan yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi
= 20% x 11% x Rp200.000.000
perhitungan=Rp4.400.000
Penting untuk diingat bahwa peraturan perpajakan dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu, selalu perbarui informasi Rekan mengenai ketentuan pajak terbaru.
Disclaimer: Artikel ini hanya bersifat informatif dan tidak dapat menggantikan konsultasi dengan ahli perpajakan.
-o-o-