Pajak atas Gaji Remote Worker Lintas Negara

Usaha Digital

Fenomena remote working lintas negara telah mengubah lanskap pekerjaan global secara signifikan. Dengan kemajuan teknologi, individu dapat bekerja dari mana saja di dunia untuk perusahaan yang berlokasi di negara lain. Namun, fleksibilitas ini juga menimbulkan kompleksitas dalam hal perpajakan, khususnya pada Pajak atas Gaji Remote Worker Lintas Negara.

Remote worker lintas negara adalah individu yang bekerja untuk perusahaan yang berlokasi di negara lain, tetapi menjalankan pekerjaan mereka dari negara tempat mereka tinggal. Beberapa karakteristik utama dari remote worker lintas negara meliputi:

  1. Lokasi Kerja yang Fleksibel: Mereka dapat bekerja dari mana saja dengan koneksi internet.
  2. Ketergantungan pada Teknologi: Pekerjaan mereka sangat bergantung pada teknologi digital.
  3. Hubungan Kerja yang Variatif: Mereka dapat bekerja sebagai karyawan tetap, kontraktor independen, atau freelancer.
  4. Pendapatan Lintas Negara: Mereka menerima penghasilan dari sumber di luar negara tempat mereka tinggal.

Aspek Perpajakan

  • Status Residensi Pajak

Status residensi pajak menentukan negara mana yang berhak mengenakan pajak atas penghasilan remote worker. Kriteria residensi pajak berbeda-beda di setiap negara, tetapi umumnya mencakup faktor-faktor seperti lama tinggal, keberadaan tempat tinggal tetap, dan pusat kepentingan ekonomi. Remote worker perlu memahami kriteria residensi pajak di negara tempat mereka tinggal dan negara tempat perusahaan mereka berlokasi.

  • Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

P3B adalah perjanjian antara dua negara untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang sama. P3B dapat menentukan negara mana yang berhak mengenakan pajak atas penghasilan remote worker dan bagaimana pajak tersebut dihitung. Remote worker perlu memahami ketentuan P3B antara negara tempat mereka tinggal dan negara tempat perusahaan mereka berlokasi.

  • Jenis Penghasilan dan Pemotongan Pajak

Jenis penghasilan yang diterima remote worker (misalnya, gaji, upah, atau honorarium) akan menentukan bagaimana pajak dikenakan. Beberapa negara mungkin mengenakan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima dari sumber di luar negeri, sementara negara lain mungkin hanya mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima dari sumber di dalam negeri. Remote Worker perlu memahami bagaimana penghasilan mereka akan dikenakan pajak, dan apakah ada pemotongan pajak yang akan dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

  • Kewajiban Pelaporan Pajak

Remote Worker wajib melaporkan penghasilan mereka kepada otoritas pajak di negara tempat mereka menjadi wajib pajak. Sejalan dengan itu, pelaku remote working juga perlu memahami kewajiban pelaporan pajak di negara tempat mereka tinggal dan negara tempat perusahaan mereka berlokasi, serta wajib menyimpan catatan yang akurat mengenai penghasilan dan pengeluaran mereka untuk keperluan pelaporan pajak.

Pertimbangan Penting untuk Remote Worker Lintas Negara

Mengingat kompleksitas perpajakan lintas negara, remote worker disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak yang berpengalaman karena remote worker perlu memahami peraturan perpajakan yang berlaku di negara tempat mereka tinggal dan negara tempat perusahaan mereka berlokasi. Remote worker perlu menyimpan catatan yang akurat mengenai penghasilan dan pengeluaran mereka untuk keperluan pelaporan pajak. Tidak kalah penting, remote worker juga perlu memanfaatkan ketentuan P3B untuk menghindari pengenaan pajak berganda.

Contoh Kasus

Seorang warga negara Indonesia bekerja sebagai remote writer untuk sebuah Perusahaan di US. Terhadap penghasilan yang diperoleh dari bekerja remote di Amerika Serikat, maka aspek perpajakannya bagi kedua negara baik Amerika Serikat dan Indonesia, masing-masing berhak atas penghasilan orang tersebut. Indonesia akan mengenakan pajak penghasilan dengan tarif progresif sesuai Pasal 17 karena memenuhi syarat subjektif bertempat tinggal di Indonesia dan memenuhi syarat objektif yaitu memiliki penghasilan yang terutang pajak. Sementara Amerika Serikat sebagai negara sumber penghasilan akan menerapkan pemotongan pajak dengan tarif 30%.

Pengenaan pajak terhadap pekerja remote writer tersebut akan merujuk pada aturan P3B Indonesia-Amerika Serikat. Amerika Serikat sebagai negara sumber berhak mengenakan pajak terlebih dahulu. Setelah itu, Indonesia akan mengenakan pajak dengan kebijakan kredit pajak luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU PPh jo. UU HPP, yaitu mengkreditkan pajak penghasilan yang telah dipotong di luar negeri untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan di Indonesia.

PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan telah diatur di dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri, yang mengatur bahwa jumlah kredit pajak luar negeri yang dapat dibebankan merupakan jumlah yang paling sedikit di antara tiga hal berikut:

  1. Jumlah pajak penghasilan yang seharusnya terutang, dibayar, atau dipotong di luar negeri dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B, dalam hal terdapat P3B yang telah berlaku efektif.
  2. Jumlah PPh Luar Negeri.
  3. Jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sebesar Pajak Penghasilan yang terutang tersebut.

Implikasi bagi Perusahaan yang Mempekerjakan Remote Worker Lintas Negara

Perusahaan yang mempekerjakan remote worker lintas negara juga perlu memperhatikan aspek perpajakan. Beberapa pertimbangan penting bagi perusahaan meliputi:

  1. Kewajiban Pemotongan Pajak: Perusahaan perlu memahami kewajiban pemotongan pajak di negara tempat remote worker tinggal.
  2. Kepatuhan terhadap Peraturan Perpajakan Lokal: Perusahaan perlu memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan perpajakan lokal di negara tempat remote worker tinggal.
  3. Dokumentasi yang Tepat: Perusahaan perlu menyimpan dokumentasi yang tepat mengenai hubungan kerja dengan remote worker untuk keperluan audit pajak.

Kesimpulan

Perpajakan bagi remote worker lintas negara merupakan isu yang kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan memahami aspek perpajakan yang relevan dan berkonsultasi dengan ahli pajak, remote worker dapat memastikan kepatuhan pajak dan menghindari masalah perpajakan di kemudian hari.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top