Sebelum membahas lebih jauh mengenai objek pajak, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu PBB-P2. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak daerah yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan. Pajak ini merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting.
Objek Pajak dalam PBB-P2
Objek pajak dalam PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang terletak di wilayah suatu daerah. Dalam rangka memudahkan pemerintah daerah untuk menetapkan besaran NJOP terhadap suatu objek pajak, maka pemerintah pusat menyusun pedoman penilaian NJOP Bumi dan Bangunan untuk PBB-P2 dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Jika tidak ada transaksi jual-beli, NJOP ditentukan dengan perbandingan harga terhadap objek yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti. Dalam PMK tersebut, untuk memudahkan dalam perhitungan NJOP, objek pajak ini diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu:
- Objek Pajak Umum
Objek Pajak Umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria tertentu. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018, objek pajak umum dibagi menjadi dua, yaitu Objek Pajak Standar dan Objek Pajak Non-Standar.- Objek Pajak Standar
Objek pajak yang memiliki karakteristik umum dan mudah dinilai. Objek pajak standar adalah objek pajak yang memiliki luas tanah dan bangunan tertentu, serta jumlah lantai yang tidak melebihi batas yang telah ditetapkan. Kriteria objek pajak standar ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018. Contoh Objek Pajak Standar : Rumah tinggal, Toko, Ruko, Gudang kecil.
Ciri-ciri Objek Pajak Standar:- Luas tanah umumnya tidak lebih dari 10.000 m².
- Luas bangunan umumnya tidak lebih dari 1.000 m².
- Jumlah lantai umumnya tidak lebih dari 4 lantai.
  Â
- Objek Pajak Non-Standar
Objek pajak yang memiliki karakteristik khusus atau unik sehingga memerlukan penilaian yang lebih khusus. Objek pajak non-standar adalah objek pajak yang tidak memenuhi kriteria sebagai objek pajak standar. Luas Tanahnya lebih dari 10.000 m², Luas bangunannya lebih dari 1.000 m², dan jumlah lantainya lebih dari 4 lantai. Objek pajak ini memiliki karakteristik khusus atau unik yang memerlukan perlakuan khusus dalam penilaian.
Contoh Objek Pajak Non-Standar:- Lapangan golf
- Pabrik
- Hotel
- Rumah sakit
- Apartemen mewah
   Â
- Objek Pajak Standar
- Objek Pajak Khusus
Objek Pajak Khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki arti yang khusus. Contoh objek pajak khusus misalnya jalan tol, galangan kapal, dermaga, tempat rekreasi, tempat penampungan kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, stasiun pengisian bahan bakar, dan menara.
Perbedaannya dengan objek pajak umum adalah perhitungannya dihitung melalui penilaian individual. Proses pendataan objek pajak khusus menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK). LKOK ini digunakan sebagai formulir tambahan yang digunakan untuk menghimpun data tambahan atas objek pajak khusus yang belum tercantum dalam SPOP dan lampiran SPOP.
Alasan Pengelompokan Objek Pajak
Pengelompokan objek pajak bertujuan untuk:
- Memudahkan Penilaian: Objek pajak standar memiliki karakteristik yang relatif sama, sehingga penilaiannya dapat dilakukan secara massal.
- Meningkatkan Efisiensi: Dengan adanya pengelompokan, proses penilaian dan perhitungan pajak menjadi lebih efisien.
- Menjamin Keadilan: Pengelompokan objek pajak membantu dalam menerapkan tarif pajak yang adil dan sesuai dengan nilai objek pajak.
Pengelompokan objek pajak menjadi standar dan non-standar dalam PBB-P2 merupakan upaya untuk menyederhanakan proses penilaian dan perhitungan pajak. Dengan memahami perbedaan antara kedua jenis objek pajak ini, wajib pajak dapat lebih mudah menghitung dan membayar pajak yang terutang.
-o-o-