Wajib Setor Pajak Sebelum Ajukan Keberatan?

 

Dalam dinamika perpajakan di Indonesia, seringkali timbul pertanyaan mengenai prosedur yang benar dalam mengajukan keberatan terhadap suatu ketetapan pajak. Salah satu isu krusial yang kerap menjadi perdebatan adalah apakah wajib pajak harus terlebih dahulu menyetor pajak yang terutang sebelum mengajukan keberatan.

Landasan Hukum Pengajuan Keberatan dan Pembayaran Pajak

Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami landasan hukum yang mengatur pengajuan keberatan dan kewajiban pembayaran pajak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta perubahan-perubahannya, termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), menjadi pijakan utama dalam memahami hak dan kewajiban wajib pajak.

Pasal 25 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK.03/2015 yang merupakan perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan secara eksplisit mengatur mengenai pengajuan keberatan. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat ketetapan pajak  nihil (SKPN), surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB), atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Prinsipnya, pajak yang terutang wajib dibayar lunas sebelum jatuh tempo pembayaran. Keterlambatan pembayaran akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga.

Perubahan Ketentuan dalam UU HPP: Dampak pada Pengajuan Keberatan

UU HPP membawa beberapa perubahan signifikan dalam ketentuan perpajakan, termasuk yang berkaitan dengan pengajuan keberatan. Salah satu poin penting yang perlu dicermati adalah penegasan mengenai persyaratan pengajuan ini. Sebelum UU HPP, terdapat interpretasi yang beragam mengenai apakah pembayaran pajak menjadi syarat mutlak sebelum mengajukan keberatan.

Dengan berlakunya UU HPP, Pasal 25 secara lebih jelas mengatur persyaratan pengajuan keberatan. Salah satu persyaratan yang ditegaskan adalah Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa sebagian pembayaran pajak menjadi prasyarat pengajuan keberatan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan itikad baik wajib pajak dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya, sekaligus mencegah pengajuan keberatan yang semata-mata bertujuan untuk menunda pembayaran pajak.

Implikasi Kewajiban Pembayaran Sebagian Pajak Sebelum Keberatan

Kewajiban membayar sebagian pajak yang tidak disetujui sebelum mengajukan keberatan memiliki beberapa implikasi penting bagi wajib pajak:

    1. Perencanaan Keuangan: Wajib pajak perlu mempertimbangkan potensi sengketa pajak dan menyiapkan dana untuk pembayaran sebagian pajak jika berencana mengajukan keberatan.
    2. Penilaian Risiko: Sebelum mengajukan keberatan, wajib pajak perlu melakukan analisis mendalam mengenai potensi keberhasilannya. Jika potensi keberhasilan kecil, pembayaran sebagian pajak bisa menjadi beban yang signifikan.
    3. Fokus pada Substansi: Ketentuan ini diharapkan mendorong wajib pajak untuk lebih fokus pada substansi sengketa pajak dan mempersiapkan argumentasi yang kuat, bukan sekadar menunda pembayaran.

  1.  

  1.  

Pengecualian dan Pertimbangan Lain

Meskipun UU HPP secara tegas mengatur kewajiban pembayaran sebagian pajak, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

    1. Jumlah Pembayaran: Kewajiban pembayaran adalah sejumlah pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Jika tidak ada pembahasan akhir hasil pemeriksaan, maka belum ada dasar angka yang jelas untuk pembayaran sebagian pajak. Dalam kondisi ini, interpretasi lebih lanjut dari otoritas pajak mungkin diperlukan.
    2. Kondisi Keuangan Wajib Pajak: Undang-undang tidak secara eksplisit mengatur pengecualian berdasarkan kondisi keuangan wajib pajak. Namun, dalam praktik, otoritas pajak mungkin mempertimbangkan permohonan penundaan pembayaran dengan alasan yang kuat.
    3. Jenis Ketetapan Pajak: Ketentuan ini umumnya berlaku untuk SKPKB dan SKPKBT. Untuk jenis ketetapan pajak lainnya seperti SKPN atau SKPLB, implikasi kewajiban pembayaran mungkin berbeda dan memerlukan penelaahan lebih lanjut.

  1.  

  1.  

Kesimpulan

Dengan berlakunya UU HPP, kewajiban menyetor sebagian pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan menjadi persyaratan yang tegas sebelum mengajukan keberatan. Ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memastikan adanya itikad baik dalam menyelesaikan sengketa pajak. Wajib pajak perlu memahami implikasi dari ketentuan ini dalam perencanaan keuangan dan strategi penyelesaian sengketa pajaknya. Selalu penting bagi wajib pajak untuk merujuk pada peraturan perpajakan terbaru dan berkonsultasi dengan konsultan pajak untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan penerapan yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing.

Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum atau pajak. Wajib pajak disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional di bidang perpajakan untuk mendapatkan panduan yang sesuai dengan situasi spesifik mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top