Siapa Saja WAPU (Wajib Pungut) PPN ?

Wajib Pungut (WAPU) PPN adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pihak-pihak yang secara hukum bertanggung jawab untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari transaksi yang mereka lakukan, meskipun secara formal mereka bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Wajib Pungut (WAPU) ditunjuk oleh pemerintah untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN atas transaksi yang terjadi. WAPU ini bukan pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), tetapi konsumen tertentu yang diwajibkan memungut PPN dari transaksi tersebut. WAPU berperan sebagai pemungut pajak dari pihak yang menyediakan barang atau jasa.

Mengapa Ada WAPU?

Ada beberapa alasan mengapa sebuah badan ditunjuk sebagai WAPU:

    • Transparansi Pajak: Dengan adanya WAPU, maka setiap transaksi akan lebih mudah dilacak dan dipantau dari sisi perpajakan.
    • Keadilan: Setiap transaksi yang memiliki objek pajak yang sama seharusnya dikenakan beban pajak yang sama pula.
    • Efisiensi: WAPU membantu pemerintah dalam memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara.

Siapa Saja yang Bisa Menjadi WAPU?

Secara umum, WAPU dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Instansi Pemerintah

Kriteria instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai WAPU adalah:

      • Instansi pemerintah yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pengadaan barang/jasa wajib memungut PPN.
      • Memiliki status sebagai badan publik, termasuk kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, dan unit kerja lain yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara.
      • Transaksi dilakukan dengan pihak ketiga. Instansi pemerintah bertindak sebagai pembeli dari pihak ketiga (penyedia BKP/JKP) dan diwajibkan memungut PPN atas pengadaan tersebut.
      • Penunjukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP): Instansi yang memenuhi kriteria akan ditetapkan sebagai Wapu secara resmi oleh DJP.

Tidak semua transaksi dengan instansi pemerintah wajib dipungut PPN. Jika pembayaran dilakukan kepada pihak yang bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka instansi pemerintah tidak wajib memungut PPN. Berikut adalah pengecualian yang berlaku:

      • Pengadaan barang atau jasa yang tidak kena pajak, misalnya kebutuhan pokok, jasa pendidikan, atau jasa kesehatan
      • Transaksi yang tidak menggunakan anggaran negara
      • Pengadaan di bawah ambang batas nilai transaksi
      • Pengadaan barang dan jasa yang dikenakan PPN tarif 0%. Contohnya pembelian barang/jasa terkait ekspor yang dikenakan PPN dengan tarif 0%
      • Transaksi antar-instansi pemerintah
      • Pembayaran yang tidak melibatkan penyedia BKP/JKP

2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk sebagai Wajib Pungut (Wapu) memiliki kriteria sebagai berikut:

      • BUMN yang minimal 51% sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia secara langsung melalui Kementerian BUMN.
      • BUMN yang berperan signifikan dalam sektor perekonomian nasional, termasuk energi, transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur.
      • Melakukan pengadaan barang/jasa secara rutin
      • Terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan telah menerima penunjukan sebagai WAPU dari DJP.
      • Memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 37/PMK.03/2021

Tidak semua transaksi dengan BUMN wajib dipungut PPN. Berikut ini adalah transaksi yang dikecualikan:

      • Transaksi dengan instansi pemerintah yang juga Wapu
      • Transaksi yang tidak kena PPN
      • Penjualan BKP/JKP dengan tarif PPN 0%
      • Pengadaan yang tidak menggunakan anggaran negara
      • Transaksi antar anak perusahaan BUMN
      • Transaksi dalam nilai tertentu

3. Badan Usaha Tertentu

Badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai Wajib Pungut (WAPU) memiliki kriteria sebagai berikut:

      • Berstatus sebagai PKP.
      • Memiliki skala ekonomi yang besar dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
      • Melakukan pengadaan dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
      • Menjalankan kegiatan strategis atau pembangunan infrastruktur nasional, seperti energi, transportasi, atau teknologi.
      • Ditunjuk langsung oleh DJP.
      • Memenuhi ketentuan dalam PMK No. 37/PMK.03/2021 dan peraturan terkait lainnya.

Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh badan usaha tertentu wajib dipungut PPN. Berikut adalah pengecualian yang berlaku:

      • Transaksi yang tidak dikenakan PPN.
      • Transaksi antar badan usaha yang sama-sama Wapu. Dalam kasus ini, kewajiban pemungutan PPN dapat disesuaikan untuk menghindari duplikasi pemungutan.
      • Penjualan BKP atau JKP dengan tarif PPN 0%.
      • Transaksi di bawah nilai tertentu atau transaksi dengan nilai kecil.
      • Transaksi dengan konsumen akhir.
      • Transaksi yang tidak terkait pengadaan barang atau jasa.

Konsekuensi Menjadi WAPU

Menjadi WAPU memiliki sejumlah konsekuensi, antara lain:

    • Kewajiban Memungut PPN
      WAPU wajib memungut PPN dari lawan transaksi dan menyetorkannya ke kas negara.
    • Kewajiban Melaporkan
      WAPU wajib membuat laporan PPN dan menyerahkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
    • Tanggung Jawab Hukum
      Jika terjadi kesalahan dalam pemungutan atau pelaporan PPN, WAPU dapat dikenakan sanksi administratif atau bahkan pidana.

Mekanisme Pemungutan PPN oleh WAPU

Tahapan umum pemungutan PPN oleh WAPU adalah sebagai berikut:

    • Penunjukan sebagai WAPU oleh DJP.
    • Pemungutan PPN dari penjual saat terjadi transaksi sesuai tarif PPN yang berlaku.
    • Penerbitan faktur pajak untuk mencatat transaksi.
    • Penyetoran PPN yang telah dipungut ke kas negara.
    • Pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk semua transaksi yang melibatkan WAPU.

Penggunaan kode khusus dalam pembuatan faktur pajak untuk WAPU diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak. Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN selain instansi pemerintah, seperti BUMN atau badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai WAPU, digunakan kode sebagai berikut:

    • Kode Transaksi (03): Mengindikasikan bahwa faktur pajak diterbitkan atas transaksi dengan pihak Wapu.
    • Kode Status Faktur (0): Menunjukkan faktur pajak normal (bukan pengganti atau batal).
    • Nomor Seri Faktur Pajak (XXXX-XX.XXXXXXX): Nomor unik yang dihasilkan oleh sistem untuk setiap transaksi.

Dengan demikian, NSFP untuk transaksi Wapu memiliki format: 03.XXX-XX.XXXXXXX.

Penyetoran dan Pelaporan PPN oleh WAPU

Faktur pajak untuk WAPU tidak mencantumkan nilai PPN di kolom pajak keluaran, karena PPN akan dipungut dan disetor oleh Wapu ke kas negara dengan cara berikut:

    • Gunakan sistem e-Billing Pajak untuk membuat kode billing.
    • Masukkan informasi: Kode Akun Pajak (KAP) 411211 untuk PPN & Kode Jenis Setoran Pajak (KJS) 900 untuk WAPU.
    • Setor PPN sesuai dengan jumlah yang telah dipungut dari penyedia BKP/JKP.

Setorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak. Faktur pajak ini harus dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN sebagai transaksi WAPU. SPT Masa PPN harus mencakup semua transaksi yang telah dikenai PPN dan bukti penyetoran ke kas negara. Laporkan SPT Masa PPN paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak.

Wajib Pungut (WAPU) PPN merupakan salah satu konsep penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Dengan memahami siapa saja yang dapat menjadi WAPU dan apa saja konsekuensinya, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan memberikan kontribusi yang positif bagi penerimaan negara.

Disclaimer:

Informasi yang disajikan dalam artikel ini bersifat umum dan tidak dapat menggantikan konsultasi dengan ahli pajak. Untuk mendapatkan informasi yang lebih spesifik dan sesuai dengan kondisi Rekan, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan pajak yang berpengalaman.

-o-o-

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
seminar dan webinar