Sebagai pelaku usaha di bidang event organizer, memahami peraturan perpajakan, khususnya terkait PPN, adalah hal yang sangat penting. PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa. Sementara jasa event organizer atau penyelenggara kegiatan adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan antara lain meliputi kegiatan-kegiatan seperti penyelenggaraan pameran, pameran konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lainnya yang memanfaatkan jasa event organizer. Kegiatan lainnya adalah kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk apapun yang memanfaatkan jasa event organizer seperti talk show, penarikan undian, fashion show, ajang lomba, dan sejenisnya.
Jasa EO ini juga termasuk kegiatan-kegiatan yang mendukung event tersebut baik atas permintaan dari pengguna jasa maupun diselenggarakan sendiri oleh pihak event organizer, baik sebelum, sesudah atau pada saat terselenggaranya kegiatan utama seperti pemesanan gedung, penyediaan ruangan, persiapan interior, penyediaan sound system, penyediaan penari latar, dan sebagainya.
Lalu, bagaimana penerapan PPN pada jasa EO?
Dasar Aturan Perpajakan
Dasar hukum mengenai PPN secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pengenaan PPN atas jasa event organizer mengikuti ketentuan umum. Tarif yang berlaku tahun 2025 ini adalah 12% (sesuai perubahan pada UU HPP). Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.53/2003 (SE-11/2003), dijelaskan bahwa pengenaan PPN tidak terbatas pada jasa yang diserahkan. Pada Angka 4 SE-11/2003, PPN juga dikenakan atas biaya yang ditagih pengusaha kepada pengguna jasa akibat terjadinya pembatalan/sejenisnya.
Pengenaan PPN atas Jasa EO
Secara umum, jasa EO dikenakan PPN. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 12%. Namun, perlu diingat bahwa pengenaan PPN ini memiliki beberapa syarat, antara lain:
- Pengusaha Kena Pajak (PKP)
EO harus terdaftar sebagai PKP jika omzet tahunannya melebihi batas yang ditetapkan.
- Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Jasa Kena Pajak
Jasa yang diberikan oleh EO harus termasuk dalam kategori jasa kena pajak.
- Jasa Kena Pajak
Contoh Kasus
Misalnya, PT Kreatif mengadakan acara ulang tahun perusahaan. Mereka menggunakan jasa EO, PT Sukses, untuk mengorganisir acara tersebut. PT Sukses kemudian mengeluarkan tagihan kepada PT Kreatif sebesar Rp100.000.000. Dalam tagihan tersebut, tercantum PPN sebesar 12%, sehingga total tagihan yang harus dibayarkan oleh PT Kreatif adalah:
PPN = 12% x 11/12 x Rp100.000.000 = Rp11.000.000
Maka total tagihan yang harus dibayarkan oleh PT Kreatif adalah
= Rp100.000.000 + Rp11.000.000 = Rp111.000.000
Kewajiban EO
Sebagai PKP, EO memiliki beberapa kewajiban perpajakan, antara lain:
- Membuat Faktur Pajak
Setiap transaksi yang dikenakan PPN harus dibuktikan dengan faktur pajak.
- Membuat Faktur Pajak
- Melakukan Pemungutan PPN
EO wajib memungut PPN dari pelanggan dan menyetorkannya ke kas negara.
- Melakukan Pemungutan PPN
- Melakukan Pelaporan SPT
EO wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN secara berkala.
- Melakukan Pelaporan SPT
Perlu Diingat
- Perubahan Aturan: Peraturan perpajakan dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu, penting bagi EO untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru.
- Konsultasi Pajak: Jika memiliki pertanyaan atau kesulitan terkait perpajakan, sebaiknya berkonsultasi dengan konsultan pajak atau petugas pajak.
Pengenaan PPN atas jasa EO merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh setiap EO yang telah memenuhi syarat sebagai PKP. Dengan memahami dasar hukum dan kewajiban perpajakan, EO dapat menjalankan usahanya dengan baik dan meminimalisir risiko terkena sanksi perpajakan.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan tidak dapat menggantikan konsultasi dengan ahli pajak.
-o-o-