Sebagai seorang profesional kesehatan, dokter memiliki kewajiban perpajakan yang tidak dapat diabaikan. Salah satu pajak yang paling sering dikaitkan dengan penghasilan dokter adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, termasuk penghasilan yang diterima oleh dokter atas jasa pelayanan medis yang diberikan.
Dasar Hukum
Ketentuan mengenai PPh Pasal 21 untuk dokter diatur dalam beberapa peraturan perpajakan, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Undang-undang ini merupakan landasan hukum utama yang mengatur segala hal tentang pajak penghasilan di Indonesia, termasuk PPh Pasal 21.
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Pemerintah (PP)
PP diterbitkan untuk memberikan penjelasan lebih rinci mengenai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh. Misalnya, PP Nomor 58 Tahun 2023 memberikan pengaturan baru terkait dengan perhitungan PPh 21 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
PMK diterbitkan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan lebih teknis mengenai pelaksanaan Undang-Undang PPh dan PP. PMK yang relevan dengan PPh Pasal 21 untuk dokter antara lain PMK Nomor 168 Tahun 2023.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Kewajiban Pelaporan
- Rumah Sakit/Klinik
Wajib memotong PPh Pasal 21 dari penghasilan dokter dan memberikan bukti potong (Formulir 1721-A1) kepada dokter. PPh 21 yang telah dipotong Rumah Sakit ini merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan Dokter tersebut.
- Dokter
Wajib melaporkan penghasilan dan pajak yang telah dipotong dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pribadi.
Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Dokter
Cara menghitung PPh Pasal 21 untuk dokter telah mengalami beberapa perubahan seiring dengan adanya PMK terbaru yaitu PMK 168/2023. Merujuk PMK 168/2023, dasar pengenaan pajak (DPP) untuk PPh Pasal 21 Dokter adalah 50% dari penghasilan bruto dalam satu masa pajak/saat terutangnya pajak. Perlu diingat kembali, pemberi kerja tidak perlu menghitung DPP secara kumulatif seperti mekanisme sebelumnya. Sementara itu sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf e PMK 168/2023, ada beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dokter. Dalam hal ini beberapa penghasilan tersebut nantinya juga masuk dalam perhitungan pajak penghasilannya, yaitu honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis.
Contoh Kasus
Seorang dokter spesialis bedah menerima honorarium sebesar Rp30.000.000 dalam sebulan. Jika tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a adalah 5%, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
= 50% x Rp30.000.000 x 5%
= Rp750.000
Memahami aturan PPh Pasal 21 untuk dokter sangat penting agar Anda dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik. Dengan mengetahui cara menghitung dan melaporkan pajak dengan benar, Anda dapat menghindari masalah hukum dan berkontribusi pada pembangunan negara.
-o-o-