Direktorat Jenderal Pajak telah merilis aturan terbaru tentang pembuatan dan pelaporan bukti potong pajak penghasilan, yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 sekaligus menggantikan aturan sebelumnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013. Pokok yang diatur dalam beleid tersebut yakni perihal perubahan aplikasi pelaporan elektronik dari dari aplikasi berbasis desktop (e-SPT) ke aplikasi berbasis web.
Melalui PER-2/PJ/2024, terdapat beberapa perubahan jika dibandingkan dengan aturan PER-14/PJ/2013. Perubahan-perubahan tersebut adalah:
- Penambahan bukti potong PPh 21 bulanan
- Kewajiban bukti potong PPh 21/26 dan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik untuk pemotong pajak tertentu
- Penambahan komponen zakat sebagai pengurang dalam bukti potong PPh 21 tahunan
- Aplikasi e-SPT sudah tidak digunakan lagi dan digantikan dengan e-Bupot 21/26 per masa Januari 2024.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-2/PJ/2024, bukti potong PPh 21 untuk perorangan maupun PPh 26 untuk badan dan SPT masa PPh 21/25 dalam bentuk dokumen elektronik harus dibuat menggunakan aplikasi e-Bupot 21/26 yang disediakan DJP di laman resmi.
Dalam pasal 3 ayat (2) PER-2/PJ/2024 juga mengatur bahwa bukti pemotongan PPh 21 dan/atau PPh 26 tetap dibuat walaupun penghasilan bruto berada di bawah PTKP dan Pajak terutangnya nihil, baik karena adanya surat keterangan bebas atau dikenakan tarif nol persen (0%).
Selanjutnya SPT dalam bentuk dokumen elektronik tersebut ditandatangani (tanda tangan elektronik) dan disampaikan oleh pemotong pajak lewat aplikasi e-Bupot 21/26 DJP ataupun penyedia jasa aplikasi perpajakan.
Bukti potong PPh 21/26 dan SPT masa PPh 21/25 bisa dilaporkan dalam bentuk dokumen elektronik maupun formulir kertas. Untuk formulir, ada penyesuaian bentuk formulir untuk mengadopsi kebutuhan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 dan fasilitas perpajakan. Sementara untuk tanda tangan juga dibedakan antara dokumen elektronik dan formulir kertas. Untuk dokumen elektronik ditandatangani secara elektronik dengan tanda tangan elektronik, di sisi lain untuk formulir kertas ditandatangani pemotong pajak dan dibubuhi cap.
Berdasarkan ketentuan pasal 10 PER-2/PJ/2024, ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pemotong pajak tidak dianggap melaporkan SPT Masa PPh 21/26:
- Pemotong pajak memenuhi ketentuan pasal 6 ayat (3) PER-2/PJ/2024, tetapi tidak melaporkan SPT Masa PPh 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik;
- Pemotong pajak yang telah melaporkan SPT Masa PPh 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik tidak diperkenankan lagi melaporkan SPT Masa Pajak berikutnya dalam bentuk formulir kertas.
Oleh karena itu, Pemotong pajak yang tidak melaporkan SPT Masa PPh 21/26 akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
-o-o-