Semakin berkembangnya teknologi digital saat ini membuat bisnis online e-commerce semakin pesat pertumbuhannya. Tak jarang kita melihat berita tentang pengusaha-pengusaha beromzet miliaran rupiah yang berjualan melalui e-commerce. Namun, sebagai pelaku bisnis online, seseorang tidak hanya dituntut untuk perlu fokus pada strategi pemasaran dan pengembangan produk, tetapi juga wajib memahami kewajiban perpajakan.

Dasar Hukum Pajak untuk Bisnis Online
Secara umum, dasar hukum perpajakan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Undang-undang ini mengatur secara komprehensif mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi setiap wajib pajak, termasuk pelaku bisnis online. Dalam Surat Edaran Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 ditegaskan bahwa transaksi perdagangan barang dan jasa secara elektronik atau e-commerce sama dengan transaksi barang dan jasa lainnya tetapi berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan untuk melakukan transaksi.
Jenis Pajak untuk Bisnis Online dan Dasar Hukumnya
- Pajak Penghasilan (PPh)
Setiap tambahan penghasilan yang diterima Wajib Pajak, yang menambah kekayaan Wajib Pajak harus dikenakan pajak penghasilan. Begitu juga dengan bisnis online, karena transaksi jual beli yang terjadi dalam bisnis online sama dengan transaksi jual beli konvensional, maka pendapatan dari bisnis online tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan. Ini adalah beberapa contoh pajak penghasilan yang dikenakan terhadap bisnis online:- PPh Pasal 21
Dikenakan atas penghasilan karyawan (jika ada). Dasar hukumnya adalah Pasal 21 KUP. - PPh Badan
Dikenakan atas laba yang diperoleh perusahaan. Dasar hukumnya adalah Pasal 17 KUP. - PPh Final
Dikenakan atas jenis penghasilan tertentu, seperti penghasilan dari marketplace. Dasar hukumnya bervariasi tergantung jenis penghasilan dan diatur dalam berbagai peraturan perpajakan.
Â
- PPh Pasal 21
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak bisnis online ini juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena termasuk dalam kategori penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak di daerah pabean wilayah hukum NKRI.Dikenakan atas penjualan barang atau jasa yang kena pajak. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) huruf a KUP.
 - Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Jenis dan tarif pajak daerah berbeda-beda di setiap daerah. Dasar hukumnya adalah peraturan daerah masing-masing.
Kapan Pengusaha menjadi Wajib Pajak dan Bagaimana Menghitungnya?
Pengusaha diikatakan sebagai wajib pajak jika menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang dari usaha atau pekerjaan bebas tersebut menghasilkan tambahan penghasilan bagi pribadi. Dasar hukumnya ada di Pasal 2 ayat (1) UU KUP.Â
Jika omzet penjualan bisnis online tersebut dalam setahun sudah melebihi batas yang ditetapkan saat ini yaitu Rp4,8Milyar per tahun, maka Wajib Pajak tersebut harus mengukuhkan diri sebaga PKP dan sudah bisa memungut PPN. Dasar hukumnya adalah pasal 16 ayat (1) UU KUP.
Cara Menghitung:
Perlu diingat bahwa perhitungan pajak dapat bervariasi tergantung pada jenis usaha, skala bisnis, dan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini. Sebaiknya konsultasikan dengan akuntan atau kantor pajak terdekat untuk mendapatkan perhitungan yang paling akurat.
Contoh Kasus
Anda adalah pemilik toko online yang menjual produk fashion. Omzet penjualan Anda dalam setahun adalah Rp500.000.000. Anda termasuk dalam kategori UMKM dengan tarif PPh Final 0,5%. Anda belum menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Perhitungan PPh Final:
- PPh Final = Omzet x Tarif PPh Final
- PPh Final = Rp500.000.000 x 0,5%
- PPh Final = Rp2.500.000
Jadi, dalam contoh ini, Anda diwajibkan membayar PPh Final sebesar Rp2.500.000 dalam setahun.
Catatan: Jika Anda telah menjadi PKP, maka selain PPh, Anda juga wajib menghitung dan membayar PPN.
Cara Menghitung PPN
Asumsi:
Anda telah menjadi PKP. Harga jual sebuah produk adalah Rp100.000. Tarif PPN adalah 11%.
Perhitungan PPN:
- PPN = Harga Jual x Tarif PPN
- PPN = Rp100.000 x 11%
- PPN = Rp11.000
Jadi, untuk setiap produk yang dijual dengan harga Rp100.000, Anda wajib memungut PPN sebesar Rp11.000 dari pembeli. PPN yang terkumpul ini kemudian disetorkan ke negara.
Perbedaan Pajak Online Shop dan Bisnis Konvensional
Secara prinsip, perhitungan pajak untuk bisnis online dan konvensional sama. Namun, ada beberapa perbedaan dalam praktik, seperti:
- Untuk bisnis online, objek pajak bisa berupa produk digital, jasa, atau barang fisik yang dijual secara online.
- Transaksi bisnis online umumnya dilakukan secara elektronik, sehingga pencatatannya juga dilakukan secara elektronik.
- Untuk transaksi B2C (business to consumer), PPN umumnya dipungut oleh marketplace.
Memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan adalah hal yang sangat penting bagi setiap pelaku bisnis online. Dengan mengelola pajak dengan baik, bisnis Anda akan lebih sehat dan berkelanjutan.
Disclaimer: Informasi di atas bersifat umum dan tidak dapat menggantikan konsultasi dengan ahli pajak.
Ingin tahu lebih lanjut? Jangan ragu untuk bertanya!
-o-o-