Koreksi Fiskal yang Sering Terjadi dan Cara Mengatasinya

koreksi fiskal

Setiap Wajib Pajak Badan atau Perusahaan wajib membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya ke Direktorat Jenderal Pajak dan menyampaikan laporan keuangan tepat waktu sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan peraturan perpajakan yang berlaku yang dapat disebut laporan fiskal. Akan tetapi jika ada ketidaksesuaian dalam data, maka Wajib Pajak harus melakukan koreksi pada laporannya, inilah yang kita sebut koreksi fiskal. Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah untuk menyesuaikan antara penghasilan Wajib Pajak dan pajak yang harus dikeluarkan supaya tidak terjadi kesalahan perhitungan.

Pengertian dan Tujuannya

Koreksi fiskal merupakan proses penyesuaian laporan keuangan komersial suatu perusahaan untuk menyesuaikannya dengan ketentuan perpajakan. Proses ini seringkali menjadi tantangan bagi wajib pajak (WP), terutama bagi perusahaan dengan transaksi kompleks. Koreksi fiskal biasanya muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan atau pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Tujuan dari koreksi fiskal adalah mengoreksi kembali dan membaca perbaikan draft pajak agar beban pajak yang akan disetorkan setelah direkonsiliasi diharapkan tidak terjadi kesalahan perhitungan pajak. Lebih rincinya sebagai berikut:

  1. Pengecekan draft pajak
  2. Koreksi fiskal penting dilakukan setelah laporan keuangan dibuat oleh perusahaan
  3. Pengecekan ulang draft tersebut sebelum diangsurkan ke DJP
  4. Mengecek kembali draft didasarkan pada data yang ada dengan memperhatikan transaksi dan penyesuaian antara penghasilan oleh Wajib Pajak
  5. Alat untuk memenuhi draft laporan
  6. DJP Kementrian Keuangan RI mengeluarkan aturan dan regulasi untuk Wajib Pajak
  7. Agar draft sesuai, harus dilakukan rekonsiliasi fiskal terlebih dahulu agar terlihat perbedaannya dan menghindari kekeliruan perhitungan
  8. Jika terjadi kesalahan akan menyebabkan kesalahan hitung untuk nominal pajak
  9. Meminimalisir salah hitung
  10. Pentingnya koreksi fiskal adalah agar meminimalisir salah hitung pada laporan
  11. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam melakukan koreksi atau rekonsiliasi agar tidak merugikan Perusahaan

Pengelompokan Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal dibedakan dalam dua kelompok seperti berikut:

Perbedaan Beda Tetap

yaitu biaya dan penghasilan yang dapat diakui dalam perhitungan penjumlahan laba neto akuntansi komersial, namun tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak.

    Contoh dalam hal biaya:

    • Biaya pajak penghasilan
    • Biaya sumbangan
    • Biaya sanksi perpajakan

    Contoh dalam hal penghasilan:

    • Sumbangan
    • Penghasilan bunga deposito
    • Hibah

    Perbedaan Beda Waktu

    yaitu biaya dan penghasilan diakui oleh akuntansi komersial atau bisa tidak diakui secara sekaligus oleh akuntasi pajak karena perbedaan metode pengakuan.

    Contoh dalam hal biaya:

    • Biaya sewa
    • Biaya penyusutan

    Contoh dalam hal penghasilan:

    • Pendapatan lebih selisih kurs

    Jenis Koreksi Fiskal

    Dalam sistem perpajakan Indonesia, ada beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP), diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh 21), Pajak Penghasilan Pasal 22, 23, 25, 4 ayat (2) (Final) dan PPh 26. Serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam peraturan perpajakan UU No 36 disebutkan koreksi fiskal dibagi menjadi dua sebagai berikut:

    Koreksi Fiskal Positif

      Koreksi yang disebabkan oleh biaya – biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak yang diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Antaranya:

      • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
      • Dana cadangan
      • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
      • Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
      • Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan
      • Pajak penghasilan
      • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik
      • Sanksi administrasi
      • Selisih penyusutan atau amortisasi komersial atas penyusutan atau amortisasi fiskal
      • Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
      • Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal – hal yang telah disebutkan diatas

      Koreksi Fiskal Negatif

      Koreksi ini akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau adanya pengurangan PPh terutang. Hal ini disebabkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya – biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya fiskal.

      Penyebab munculnya koreksi fiskal negatif ini seperti penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi masuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2)), adanya selisih penyusutan amortisasi komersial dibawah penyusutan amortisasi fiskal dan penyesuaian fiskal negatif lainnya.

      Contoh:

      • Penghasilan hadiah atau undian
      • Penghasilan transaksi saham
      • Penghasilan transaksi pengalihan harta
      • Penghasilan dari bunga deposito dan Tabungan
      • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

      Kesimpulan

      Koreksi fiskal merupakan bagian penting dari kepatuhan perpajakan. Dengan memahami permasalahan umum dan menerapkan solusi praktis, WP dapat meminimalkan risiko kesalahan dan memastikan pelaporan pajak yang akurat.

      Leave a Comment

      Your email address will not be published. Required fields are marked *

      Scroll to Top