Badan Usaha Tetap (BUT) adalah representasi fisik atau legal dari suatu perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. BUT ini bisa berupa kantor cabang, pabrik, gudang, atau bahkan proyek konstruksi jangka panjang. Keberadaan BUT mengindikasikan bahwa perusahaan asing tersebut memiliki keterikatan yang cukup signifikan dengan perekonomian Indonesia, sehingga wajib untuk berkontribusi dalam sistem perpajakan negara.
Sedangkan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah jenis pajak penghasilan yang dipungut di sumber (at source). Artinya, pajak ini dipungut pada saat pembayaran dilakukan, bukan pada akhir tahun pajak. Tujuan utama dari PPh Pasal 22 adalah untuk memastikan bahwa penghasilan yang diperoleh oleh non-residen dari sumber-sumber di Indonesia dikenakan pajak.
Seperti yang tertuang dalam SE – 16/PJ.24/1985 tentang PPh PASAL 22 Impor Bentuk Usaha Tetap (BUT). jika BUT memasukkan barang ke Indonesia (walaupun berasal dari perusahaan induknya), maka tindakannya itu adalah pengimporan barang, walaupun mungkin akan di reekspor kembali ke perusahaan induknya atau ke perusahaan lain di luar Indonesia. pemasukan barang oleh BUT untuk dipakai sendiri, walaupun dengan janji akan di reekspor tidak bebas dari PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 965/KMK.04/1983 tanggal 31 Desember 1983.
Prinsip keadilan mengharuskan setiap wajib pajak, baik residen maupun non-residen, untuk berkontribusi dalam pembiayaan negara. Dengan memungut pajak pada BUT, maka akan lebih sulit bagi non-residen untuk menghindari kewajiban pajaknya. Kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 juga diharapkan akan menciptakan lapangan bermain yang setara antara perusahaan dalam negeri dan perusahaan asing.
Objek PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh BUT
Berikut adalah beberapa contoh dari Pemungut (BUT) atas objek PPh Pasal 22 yang sering ditemui:
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
- Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
Tarif PPh dibagi berdasarkan klasifikasi tertentu. Berikut tarif PPh Pasal 22 sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pajak.
- Barang impor yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri, dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) dari nilai impor.
- Barang tertentu lainnya yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri, dikenakan tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor.
- Barang yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), dikenakan tarif 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai impor.
- Barang impor kedelai, gandum, dan tepung terigu, dikenakan tarif 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai impor.
- Barang yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), dikenakan 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor.
- Barang yang tidak dikuasai, dikenakan tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari harga jual lelang.
- Tarif pph pasal 22 ekspor komoditas tambang batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif atau Harmonized System (HS), dikenakan tarif 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor.
- Pembelian barang dan atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha, dikenakan 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
- Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas. Bahan bakar minyak dikenakan tarif sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina. Bahan bakar gas dikenakan tarif sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Pelumas sebesar dikenakan tarif 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
- Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi. Penjualan semua jenis semen dikenakan tarif sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen). Penjualan kertas dikenakan tarif sebesar 0,1% (nol koma satu persen). Penjualan baja dikenakan tarif sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih dikenakan tarif sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen). Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor dikenakan tarif sebesar 0,45 % (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Penjualan semua jenis obat dikenakan tarif sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).
- Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, dikenakan tarif sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
- Pembelian batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha, dikenakan tarif 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, dikenakan tarif sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan.
Prosedur Pemungutan PPh Pasal 22
Secara umum, prosedur pemungutan PPh Pasal 22 oleh BUT adalah sebagai berikut:
- Identifikasi Objek Pajak
BUT harus mengidentifikasi setiap pembayaran yang berpotensi dikenakan PPh Pasal 22.
  - Menghitung Pajak
BUT menghitung jumlah pajak yang harus dipungut berdasarkan tarif yang berlaku.
  - Memotong Pajak
BUT memotong pajak dari pembayaran yang akan dilakukan kepada non-residen.
  - Melaporkan dan Menyetor Pajak
BUT wajib melaporkan dan menyetorkan pajak yang telah dipungut kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu tertentu.
- Identifikasi Objek Pajak
Sanksi Jika Tidak Memenuhi Kewajiban
Sanksi yang dapat dikenakan kepada BUT yang tidak memenuhi kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 meliputi:
- Sanksi administrasi
Denda, bunga, atau pencabutan izin usaha.
- Sanksi administrasi
- Sanksi pidana
Hukuman penjara dan denda.
- Sanksi pidana
Kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 oleh BUT merupakan bagian integral dari sistem perpajakan Indonesia. Dengan memahami ketentuan yang berlaku dan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik, BUT dapat berkontribusi dalam pembangunan negara dan menghindari risiko sanksi.
-o-o-