
Dunia perpajakan terus mengalami perubahan. Tujuannya tentu untuk menciptakan sistem yang lebih efisien, adil, dan transparan. Belum lama ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan peraturan baru yang cukup penting, yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025. Peraturan ini membawa angin segar sekaligus perubahan signifikan, khususnya bagi para Wajib Pajak Badan yang sering mengalami kelebihan bayar (LB) angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.
Peraturan ini secara tegas mencabut ketentuan sebelumnya yang memungkinkan Wajib Pajak memindahkan buku (pemindahbukuan) atas kelebihan pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Artinya, kini ada satu opsi yang hilang untuk mengelola kelebihan bayar tersebut. Perubahan ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mengapa opsi pemindahbukuan dihapus? Apa dampaknya bagi Wajib Pajak? Dan bagaimana mekanisme pengembalian kelebihan bayar yang baru?
Pahami Dulu, Apa Itu PPh Pasal 25 dan Kelebihan Bayar?
Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita samakan pemahaman dasar terlebih dahulu. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak agar tidak membayar pajak dalam jumlah besar sekaligus di akhir tahun pajak. Angsuran ini merupakan cicilan PPh yang terutang pada akhir tahun.
Nah, kelebihan bayar (LB) angsuran PPh Pasal 25 terjadi ketika jumlah angsuran PPh yang sudah dibayarkan selama satu tahun pajak ternyata lebih besar daripada PPh terutang yang sebenarnya dihitung dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Kondisi ini sering terjadi, misalnya, karena penghasilan Wajib Pajak menurun drastis di pertengahan tahun, atau karena ada penyesuaian perhitungan yang membuat PPh terutang menjadi lebih kecil dari yang diperkirakan.
Dulu, ketika Wajib Pajak mengalami kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25, mereka memiliki dua pilihan utama:
- Mengajukan permohonan pemindahbukuan (Pbk): Kelebihan bayar tersebut bisa dipindahkan untuk membayar jenis pajak lain yang terutang, misalnya PPN atau PPh Pasal 21. Ini sangat membantu Wajib Pajak yang memiliki utang pajak lain.
- Mengajukan permohonan pengembalian (restitusi): Wajib Pajak meminta agar kelebihan bayar tersebut dikembalikan dalam bentuk uang tunai.
Dengan terbitnya PER-11/PJ/2025, opsi pertama, yaitu pemindahbukuan, kini sudah tidak berlaku lagi.
PER-11/PJ/2025: Mencabut Aturan Lama, Mengubah Mekanisme
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 secara eksplisit mencabut ketentuan dalam PER-20/PJ/2012, yang sebelumnya menjadi landasan hukum bagi pemindahbukuan kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25. Dengan dicabutnya PER-20/PJ/2012, maka secara otomatis seluruh aturan turunannya yang memungkinkan pemindahbukuan juga ikut dicabut.
Jadi, inti dari peraturan baru ini sangat jelas: kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25 tidak bisa lagi dipindahkanbukukan.
Lalu, apa alasannya? Menurut DJP, pemindahbukuan kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25 dianggap tidak sejalan dengan konsep dasar perpajakan. PPh Pasal 25 hanyalah angsuran atau pembayaran di muka yang akan diperhitungkan kembali di akhir tahun pajak. Status kelebihan bayar tersebut belum final hingga SPT Tahunan disampaikan. Dengan kata lain, status kelebihan bayar angsuran PPh 25 baru bisa dipastikan setelah Wajib Pajak menyelesaikan perhitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan.
Bayangkan jika kelebihan bayar ini langsung dipindahkanbukukan. Lalu, ternyata di akhir tahun ada koreksi yang membuat PPh terutang lebih besar. Ini bisa menimbulkan kerumitan administrasi yang panjang. Dengan menunggu hingga SPT Tahunan disampaikan, kelebihan bayar menjadi lebih pasti dan bisa diproses dengan mekanisme yang lebih terstruktur.
Mekanisme Baru Pengembalian Kelebihan Bayar
Karena opsi pemindahbukuan dihapus, lalu bagaimana cara mengelola kelebihan bayar angsuran PPh 25? PER-11/PJ/2025 memberikan solusi yang jelas. Kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25 hanya bisa diurus setelah Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan PPh.
Berikut adalah alur barunya:
- Pembayaran Angsuran: Wajib Pajak tetap membayar angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan seperti biasa.
- Pelaporan SPT Tahunan: Di akhir tahun pajak, Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan PPh. Dalam SPT inilah perhitungan PPh terutang yang sebenarnya dilakukan.
- Terjadi Kelebihan Bayar: Jika hasil perhitungan dalam SPT Tahunan menunjukkan adanya kelebihan bayar PPh (termasuk dari angsuran PPh Pasal 25 yang sudah dibayarkan), maka Wajib Pajak akan memiliki kredit pajak.
- Opsi Pengembalian: Setelah kelebihan bayar tersebut tercantum dalam SPT Tahunan, Wajib Pajak baru bisa memilih salah satu dari opsi berikut:
- Kompensasi: Kelebihan bayar tersebut dikompensasikan untuk pembayaran pajak yang terutang pada tahun pajak berikutnya.
- Restitusi: Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan bayar dalam bentuk uang tunai. Proses restitusi ini akan mengikuti prosedur yang berlaku, yaitu melalui proses pemeriksaan pajak atau pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak yang memenuhi syarat.
Jadi, kuncinya adalah menunggu hingga SPT Tahunan disampaikan. Barulah kelebihan bayar tersebut memiliki status yang jelas dan bisa diurus lebih lanjut.
Dampak dan Konsekuensi bagi Wajib Pajak
Peraturan baru ini tentu memiliki beberapa dampak langsung bagi Wajib Pajak, baik yang positif maupun yang perlu diwaspadai:
- Hilangnya Fleksibilitas: Dampak paling nyata adalah hilangnya fleksibilitas. Wajib Pajak kini tidak bisa lagi menggunakan kelebihan bayar angsuran PPh 25 untuk membayar utang pajak lain yang jatuh tempo di bulan-bulan yang sama. Hal ini bisa berdampak pada manajemen arus kas perusahaan.
- Perencanaan Keuangan yang Lebih Matang: Wajib Pajak perlu lebih cermat dalam merencanakan arus kasnya. Jika di masa lalu mereka mengandalkan pemindahbukuan, kini mereka harus menyiapkan dana tunai untuk membayar utang pajak lain, misalnya PPN, tanpa mengandalkan kelebihan bayar PPh 25.
- Mendorong Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan: Peraturan ini secara tidak langsung mendorong Wajib Pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunan PPh. Sebab, hanya dengan melaporkan SPT, kelebihan bayar bisa diproses. Hal ini sejalan dengan upaya DJP untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
- Proses yang Lebih Terstruktur: Meski menghilangkan fleksibilitas, peraturan ini menciptakan proses pengembalian yang lebih terstruktur dan mengurangi risiko kerumitan administrasi. Kelebihan bayar yang diproses adalah kelebihan bayar yang sudah final dan terverifikasi melalui SPT Tahunan.
Penutup
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 adalah langkah strategis DJP untuk menyelaraskan praktik perpajakan dengan konsep yang seharusnya. Meskipun menghilangkan opsi pemindahbukuan yang selama ini familiar, peraturan ini memberikan kepastian hukum dan alur yang lebih jelas bagi Wajib Pajak yang mengalami kelebihan bayar angsuran PPh Pasal 25.
Bagi Wajib Pajak, perubahan ini menuntut adaptasi. Yang terpenting adalah memahami bahwa kelebihan bayar angsuran PPh 25 kini tidak lagi bisa diutak-atik di tengah jalan. Dana tersebut akan terproses setelah SPT Tahunan disampaikan. Oleh karena itu, perencanaan keuangan dan pajak harus dilakukan dengan lebih teliti. Dengan memahami dan mengikuti aturan baru ini, kita bisa memastikan bahwa kepatuhan pajak tetap terjaga dan seluruh proses berjalan lancar. Peraturan ini adalah pengingat penting bahwa dunia perpajakan terus bergerak, dan sebagai Wajib Pajak yang baik, kita harus terus mengikuti perkembangannya.